Swiss Kecil di Jawa : Kota Wisata Batu
"Success is not final, failure is not fatal: It is the courage to continue that counts." - Winston Churchil
Oleh : Bramantya Chandra Sumarga
I. Kota Batu
Indonesia adalah negara kepulauan (archipelagic state) terbesar di dunia yang berada di kawasan Asia Tenggara, berbatasan darat langsung dengan Malaysia, Papua Nugini, Timor Leste, dan berbatasan laut dengan India, Singapura, Malaysia, Thailand, Vietnam, Filipina, Palau, Australia, Timor Leste, dan Papua Nugini. Indonesia memiliki luas wilayah daratan seluas 1.919.440 km2 (baca: 1,9 juta kilometer persegi), dan luas wilayah lautan seluas 3.273.810 km2 (baca: 3,2 juta kilometer persegi), sehingga jika di total luas Indonesia secara keseluruhan, dari Sabang hingga Merauke adalah 5.193.250 km2 (Kemdikbud, 2022).
Gambar 1: Peta Indonesia
Sebagai negara yang berdaulat, tentu saja negara Indonesia wajib di dukung oleh unsur-unsur yang mendasari berdirinya suatu negara, secara de facto (fakta), dan de jure (pengakuan resmi). Fakta-nya (de facto) Indonesia menyatakan sebagai negara merdeka pada saat para founding father kita semua, Ir. Soekarno dan Drs. Moh. Hatta, memproklamirkan kemerdekaan negara Indonesia pada 17 Agustus 1945 Secara de jure (pengakuan) di kancah Internasional, Indonesia di akui oleh Mesir pada 1947, Belanda pada 1949, PBB pada 1950, Inggris pada 1947, Amerika Serikat pada 1947, dan Uni Soviet (Baca: Rusia) pada 1948.
Gambar 2: Suasana Proklamasi Kemerdekaan RI 17 Agustus 1945 di Jakarta
Lebih lanjut, menurut Konvensi Montevideo (1993) pasal 1 tertuang didalamnya unsur-unsur terbentuknya suatu negara adalah: (1) Penduduk yang tetap; (2) Wilayah yang pasti; (3) Pemerintahan; (4) Kemampuan untuk mengadakan hubungan dengan negara lain. Menurut data Dirjen Dukcapil pada semester I tahun 2022, tercatat jumlah keseluruhan penduduk Indonesia sebanyak 275.361.267 jiwa (baca: 275 juta jiwa), yang jumlah tersebut terdiri dari 54,48% laki-laki (138.999.996 jiwa), dan 49,52% perempuan (136.361.271 jiwa). Jika dibandingkan dengan data semester II pada 30 Desember 2021, maka dalam kurun waktu 6 bulan terdapat kenaikan 0,54% total penduduk Indonesia.
Gambar 3: Ilustrasi Penduduk Indonesia
Indonesia sebagai negara hukum, luas wilayah dan batasan-batasannya telah diatur sebagaimana pada Pasal 18 ayat (1) yang berbunyi:
“Negara Kesatuan Republik Indonesia dibagi atas daerah-daerah provinsi dan daerah provinsi itu dibagi atas kabupaten dan kota, yang tiap-tiap provinsi, kabupaten dan kota itu mempunyai pemerintahan daerah, yang diatur dengan undang-undang.”
Dengan kata lain, Indonesia terdiri dari beberapa wilayah berupa provinsi, wilayah administrasi berupa kabupaten dan kota, dengan masing-masing kerja otonomi daerah sesuai dengan peraturan yang berlaku. Berdasarkan Kepmendagri 050-145/2022, jumlah wilayah administrasi pemerintahan dan pulau di Indonesia sebanyak 34 provinsi, 416 kabupaten, 98 kota, 7.266 kecamatan, 8.506 kelurahan, 74.961 desa, dan 16.772 pulau. Salah satu (1) dari belasan ribu pulau di Indonesia adalah pulau Jawa, dan satu (1) diantara 34 provinsi di Indonesia adalah JAWA TIMUR..
Gambar 4: Peta wilayah administrasi Provinsi Jawa Timur
Seperti yang dikutip laman jatimprov.go.id, Provinsi Jawa Timur secara geografis terletak di antara 11100’ - 11404’ Bujur Timur dan 7012’ - 8048’ Lintang Selatan, dengan luas wilayah sebesar 47.963 km2, yang meliputi daratan Jawa Timur, dan Kepulauan Madura. Berdasarkan data Proyeksi Penduduk Interim oleh BPS Jatim (2022), penduduk Jawa Timur mengalami peningkatan sebanyak 0,68% per tahun, sehingga pada tahun 2022 menjadi sebanyak 41,15 juta jiwa. Hingga saat ini di provinsi Jawa Timur terdapat 38 kabupaten dan kota, dengan rincian 29 kabupaten dan 9 kota. Uniknya, setiap kota dan kabupaten memiliki nama panggilan (julukan) yang khas, sesuai dengan khazanah masing-masing kota dan kabupaten. Salah satunya adalah, Kota Batu: KOTA WISATA BATU.
II. Sejarah Mbatu
Di beberapa artikel di media online, jurnal penelitian, dan buku, banyak dinamika pandangan dan pemikiran yang membahas tentang asal muasal kota Batu. Semua selalu di awali pada abad ke-10 (masehi: 901 M hingga 1000 M). Pertanyaan di awali dengan “bagaimanakah kondisi Jawa Timur saat abad ke 10 secara umum?, dan “bagaimana kah kondisi Kota Batu (Mbatu) secara khusus?”.
Pada saat itu, di Jawa, terdapat kerajaan besar yaitu dikenal dengan Kerajaan Mataram Kuna/Kuno (Mataram Hindu/Medang Kamulyan/Medang Kamulan). Kerajaan Mataram Kuno berkembang sekitar abad ke-8 hingga abad ke -11 Masehi, di Jawa bagian Tengah dan Timur. Kerajaan ini mengembangkan peradaban bertulis, melanjutkan tradisi dari Jawa Barat (Kerajaan Tarumanegara), dan dari Kalimantan Timur (Kutai Kertanegara). Bukti primer sejarah adalah prasasti, pertama kali yang menyebutkan Ratu Sanjaya adalah Prasasti Mantyasih yang berbunyi :
“Rahyangta rumuhun ri medang ri pohpitu sang ratu sanjaya”
Yang artinya “leluhur dahulu di Medang di Pohpitu yaitu Ratu Sanjaya” hingga terakhir digunakan oleh Raja Airlangga. Mula-mula, Sanjaya mendirikan Kerajaan Mataram Kuno pada 654 saka atau 732 Masehi, yang mendirikan dinasti bernama Sanjaya. Beberapa dinasti yang berkuasa di Kerajaan Mataram Kuno, yaitu Dinasti Sanjaya, Dinasti Syailendra (muncul setelah tahun 780 M), dan serta Dinasti Isyana (sampai pada masa akhir kerajaan Mataram Kuno di Jawa Timur).
Gambar 5: Peta Wilayah Kekuasaan Kerajaan Mataram Kuno
Kepindahan daerah kekuasaan kerajaan Mataram Kuno dari Jawa Tengah ke Jawa Timur di awali oleh Raja Wawa. Salah satu faktor yang menyebabkan pindahnya area kekuasaan itu adalah: EKONOMI. Beberapa faktor sarat ekonomis pemicu pindahnya wilayah adalah sebagai berikut :
- Di Jawa Timur terdapat dua (2) sungai besar yang mengalir ke laut, yakni Bengawan Solo dan Sungai Brantas, artinya aktifitas niaga kapal-kapal besar mudah mengarungi masuk lebih jauh ke daerah pedalaman
- Jawa Timur memiliki pelabuhan-pelabuhan besar di pantai utara, dan pelabuhan-pelabuhan kecil di tiap sungai. Menurut Prasasti Kamalagyan (1037 M) di Jawa Timur terdapat pelabuhan besar yang acap kali disinggahi oleh para pedagang dari seluruh penjuru pulau di Nusantara, bahkan mancanegara, yaitu Pelabuhan Hujung Galuh.
- Aktifitas pelayaran kapal-kapal niaga besar maupun kecil menjadi mati di Jawa Tegah akibat dari proses abrasi (pengikisan) laut atau pantai dari tanah lunak Pliosen di sebelah utara Gunung Ungaran, sehingga pelabuhan di Bergota - Semarang semakin sempit.
- Rakyat Jawa Tengah menanggung beban teramat berat dikarenakan seluruh tenaga untuk bekerja, menanam padi, berdagang, dan aktifitas ekonomi terhenti karena di mintai untuk membangun monumen-monumen kegamaan yang megah seperti Candi Borobudur yang juga menghabiskan seluruh kejayaan Kerajaan Mataram Kuno yang sedang jaya-jayanya.
- Kekuasaan kerajaan Mataram Kuno di Jawa Tengah pindah ke Jawa Timur karena keperluan untuk menemukan suatu wilayah baru, karena kehidupan ekonomi di Jawa Tengah merosot akibat aktifitas vulkanik.
- Wilayah sekitar lembah Sungai Bengawan Solo dan Sungai Brantas merupakan wilayah pertanian yang sangat subur. Jawa Timur dengan wilayah dataran yang luas dan subur sehingga menghasilkan banyak beras. Beras dari Jawa Timur dibawa ke Sulawesi hingga Maluku. Rakyat di daerah pesisir Jawa Timur juga merupakan kaum pelaut yang ulung, sehingga menjelajahi laut-laut Indonesia dan mengadakan perdagangan sampai Semenanjung Malaysia sampai Tiongkok.
- Dengan resmi Kerajaan Mataram Hindu pindah ke Jawa Timur pada tahun 929 M yang ketika itu di wilayah Jombang. Raja Wawa resmi digantikan oleh penerusnya, yang juga sebelumnya ialah Patih kerajaan, yaitu: Mpu Sindok.
Gambar 6: Ilustrasi Raja Sindok/Mpu Sindok Mataram Hindu (Dinasti Isyana)
Lebih lanjut, dalam tradisi tutur masyarakat Batu sendiri mengisahkan, Kota Batu dulunya ialah tempat persinggahan raja-raja. Layak bilamana terdapat suatu wilayah yang bernama “Pesanggrahan” yang dalam kbbi: pesanggrahan [pe·sang·grah·an] Kata Nomina (kata benda) Arti: rumah peristirahatan atau penginapan, biasanya milik pemerintah. Pada zaman kekuasaan Raja Sindok (Mpu Sindok) di abad ke-10, sang Raja mengutus seorang petinggi kerajaan yang bernama Mpu Supo. Mpu Supo di perintahkan untuk membangun sebuah tempat peristirahatan untuk keluarga kerajaan di pegunungan, yang dekat sumber mata air. Akhirnya dengan usaha yang keras, Mpu Supo menemukan suatu wilayah yang sekarang sebagai Kawasan Wisata Songgoriti, di Kota Batu. Atas persetujuan raja, Mpu Supo yang dikenal sekti mondroguno mulai membangun kawasan Songgoriti sebagai tempat perisitirahatan keluarga kerajaan serta dibangunkannya sebuah candi yang diberi nama “Candi Supo”.
Gambar 7: Candi Supo yang lebih di kenal sebagai Candi Songgoriti
Kemudian menurut tradisi lisan masyarakat Kota Batu, nama “Batu” sendiri tak lepas dari kisah sejarah lokal (local wisdom). Nama “Batu” dikisahkan diambil dari salah seorang tokoh ulama pengikut pangeran Diponegoro yang bernama Abu Ghonaim atau disebut sebagai Gubug Angin, yang selanjutnya di panggil akrab oleh masyarakat setempat sebagai Mbah Wastu. Bukan orang Jawa bila tidak mempermudah suatu keadaan, kreatifitas lisan orang Jawa yang luar biasa dapat mempersingkat panggilan nama Mbah Wastu menjadi Mbah Tu, yang lambat laun seiring berkembangnya zaman, panggilan mantap dan singkat tersebut terus mengalami pengulangan, sehingga menjadi “Mbah Tu”, berkembang menjadi “Mbatu”, dan akhirnya “Batu” sebagai sebutan yang digunakan untuk Kota Batu sampai saat ini.
III. Swiss Kecil di Jawa
Bila Kota Bandung mendapat julukan Paris-Nya Jawa (Parijs Van Java), Kota Malang Paris-Nya Jawa Timur (Parijs Van Oost Java), maka Kota Batu mendapat sebutan (De Kleine Zwitserland) oleh orang Eropa Barat, khususnya orang-orang Belanda. Tidak berlebihan barangkali, melihat keindahan alam, panorama, serta hawa sejuk dan dingin Kota Batu saat ini masih dingin dan indah, apalagi kala itu pembangunan belum semarak sekarang, populasi orang tidak sebanyak sekarang, polusi udara yang di akibatkan dari kendaraan tidak se-massive sekarang.
Gambar 8: Gereja Jago (Batu Tempo Dulu)
Lebih lanjut, bilamana Mpu Sindok mengutus Mpu Supo untuk mencari wilayah tempat peristirahatan bagi keluarga Raja Mataram Kuno yang syarat akan pegunungan, sejuk, dan mata air yang berlimpah dan bersih, di ikuti pula oleh orang-orang Eropa, ketika di kenal dengan zaman Kolonial, orang-orang Belanda dan Eropa lainnya juga memilih Kota Batu sebagai tempat peristirahatan bagi mereka. Diketahui di Kota Batu terdapat sebuah bangunan penginapan kuno yang hingga saat ini masih berdiri kokoh, dan ber-operasi dengan sangat baik, yaitu Hotel El Kartika Wijaya.
Gambar 9: The Heritage Hotel El-Kartika Wijaya, Batu
Sarkies Bersaudara atau “The Sarkies Brothers”, yang tak gentar merantau jauh ke Indonesia, dari Armenia yang dimana bangsa tersebut dikenal sebagai bangsa yang memiliki tradisi berdagang yang kuat. Keluarga Sarkies sangat di kenal sebagai Taipan jaringan perhotelan mewah di kawasan Asia Tenggara, yang menyebar di beberapa negara seperti Singapura, Malaysia, Myanmar, dan Indonesia era 1880-an. Hotel Oranje Surabaya (1910) merupakan hotel mewah besutan Keluarga Sarkies yang sekarang di kenal Hotel Majapahit. Villa tempat istirahat Keluarga Sarkies ketika akhir pekan dibangun dengan megah bergaya arsitektur bangunan art-deco besutan Martyrose Sarkies/Martin Sarkies pada tahun 1891, yang sekarang dikenal menjadi salah satu ikon Heritage Hotel di Kota Batu, yaitu The Hermitage El-Kartika Hotel. Lebih jauh, kesemuanya itu di sadari atau tidak, sangat di dukung oleh kondisi alam, iklim, suhu udara di Kota Batu, keramah-tamahan masyarakatnya, sehingga Tuhan tersenyum tidak hanya saat menciptakan Bandung, tetapi juga Batu.
IV. Kota Wisata Batu (KWB)
Kota Batu merupakan satu (1) dari sembilan (9) kota yang berada di provinsi Jawa Timur. Kota Batu merupakan daerah otonom yang termuda di Provinsi Jawa Timur, yang terbentuk pada tahun 2001, yang merupakan pemekaran dari Kabupaten Malang. Kota Batu yang terlletak 800 mdpl (meter diatas permukaan air laut) diberkahi karunia oleh sang pencipta yang tiada tara. Potensi ini tercermin dari kekayaan produksi pertanian, buah-buahan, dan sayuran, serta panorama pegunungan dan perbukitan yang memikat. Secara geografis Kota Batu terletak pada posisi antara 7”44’,55,11’ sampai dengan 8’’26',35,45’ Lintang Selatan dan 112’’17',10,90’ sampai dengan 122’’57',00,00’ Bujur Timur. Sedangkan Kota Batu itu sendiri memiliki batas-batas wilayah Kota Batu, adalah sebagai berikut :
- Utara berbatasan dengan Kabupaten Mojokerto dan Kabupaten Pasuruan.
- Selatan berbatasan dengan Kecamatan Dau, Kabupaten Malang.
- Barat berbatasan dengan Kecamatan Pujon, Kabupaten Malang.
- Timur berbatasan dengan Kecamatan Karang Ploso, Kabupaten Malang
Gambar 10: Peta Kota Batu
Secara administratif, pembagian wilayah di Kota Batu terdiri atas 3 Kecamatan, 5 Kelurahan dan 19 Desa. Lebih jelas, dapat dilihat pada tabel berikut ini :
Kecamatan | Kelurahan | Desa |
Batu | Ngaglik | Oro-oro Ombo |
| Sisir | Pesanggrahan |
| Songgokerto | Sidomulyo |
| Temas | Sumberejo |
Junrejo | Dadaprejo | Beji |
|
| Junrejo |
|
| Mojorejo |
|
| Pendem |
|
| Tlekung |
Bumiaji | Bulukerto | |
|
| Giripurno |
|
| Gunungsari |
|
| Pandanrejo |
|
| Punten |
|
| Sumbergondo |
|
| Tulungrejo |
|
| Sumberbrantas |
Tabel 1: Peta Administrasi Kota Batu
Kota Batu dalam rangka memaksimalkan potensi pariwisata, salah satu usahanya adalah melakukan branding dengan tagline “Shining Batu” yang berfokus pada “Tri Asa” dalam tiga potensi daerah yaitu pertanian, pariwisata dan pendidikan.
Seperti kebanyakan wilayah lain di Indonesia, Kota Batu juga tidak terlepas dari kebudayaan yang melekat dan pertanian yang subur. Kebudayaan yang ada saat ini di Kota Batu dari bahasa, kesenian, dan budayalainnya banyak dipengaruhi oleh budaya jawa. Pemerintah Kota Batu, budayawan dan seniman berusaha untuk mempromosikan agar budaya yang dimiliki oleh Kota Batu tetap lestari dan dapat digunakan sebagai daya tarik tersendiri untuk wisatawan yang berkunjung ke Kota Batu.
Salah satu kesenian yang masih dilestarikan di Kota Batu dan banyak dikenal di wilayah Jawa Timur yaitu kesenian bantengan. Seni tradisional bantengan, adalah sebuah seni pertunjukan budaya tradisi yang menggabungkan unsur sendra tari, olah kanuragan, musik, dan syair/mantra yang sangat kental dengan nuansa magis. Pelaku Bantengan yakin bahwa permainannya akan semakin menarik apabila telah masuk tahap “trans” yaitu tahapan pemain pemegang kepala bantengan menjadi kesurupan arwah leluhur banteng (dhanyangan).
Seni bantengan yang telah lahir sejak jaman Kerajaan Singosari (situs Candi Jago Tumpang) sangat erat kaitannya dengan pencak silat. Walaupun pada masa kerajaan Singosari yang di pimpin oleh Raja Ken Arok tersebut bentuk kesenian bantengan belum seperti sekarang, yaitu berbentuk topeng kepala bantengan yang menari. Karena gerakan tari yang dimainkan mengadopsi dari gerakan kembangan pencak silat. Meskipun berkembang dari kalangan perguruan pencak silat, pada saat ini seni bantengan telah berdiri sendiri sebagai bagian seni tradisi sehingga tidak keseluruhan perguruan pencak silat di Indonesia mempunyai grup bantengan dan begitu juga sebaliknya.
Kesenian bantengan yang dikembangkan di Kota Batu dimodifikasi sedemikian rupa dengan dipadukan bersama tari-tarian. Salah satu event bantengan terbesar yang pernah digelar oleh Kota Batu yaitu “Bantengan Nuswantara” atau lebih dikenal dengan festival 1000 banteng. Acara tersebut pertama kali digelar pada tahun 2009 sebagai upaya Kota Batu dalam memperkenalkan budaya lokal dan mengangkat kesenian lokal guna menarik wisatawan.
Gambar 11: Ilustrasi Kesenian Bantengan
Selain bantengan, ada pula kesenian yang menjadi ciri khas Kota Batu, yaitu tari sanduk, sebuah tari tradisional yang berasal dari Madura dan dikembangkan oleh masyarakat Kota Batu. Tari sanduk biasanya dipentaskan oleh banyak orang (kolosal) di atas panggung maupun secara beriringan pada parade tari. Jumlah penari yang tampil dalam pentas biasanya berjumlah 12 sampai dengan puluhan penari pria dan wanita. Musik yang digunakan merupakan musik khas Madura dan penari akan bergerak menari mengikuti alunan musik secara bersama dan selaras. Gerakan Tari Sanduk antara penari pria dan wanita memiliki variasi gerakan yang berbeda. Kostum yang digunakan dalam Tari Sanduk pada umumnya menggunakan pakaian khas Madura dengan warna yang mencolok dan dan bagi penari pria menggunakan clurit sebagai aksesoris.
Awal mula kebudayaan tersebut muncul karena walikota pertama Kota Batu, Bapak. (Alm) Imam Kabul yang merupakan putra daerah Madura yang ingin mengadopsi kesenian daerahnya untuk dikembangkan dengan ciri khas masyarakat Kota Batu. Di Desa Gunungsari terdapat kelompok kesenian tari sanduk yang bernama Paguyuban Sekar Melati yang didirikan pada tahun 2015 silam. Kelompok ini memiliki anggota berjumlah 40 orang yang terdiri dari 20 pria dan 20 wanita. Anggota paguyuban ini rata-rata berumur lebih dari 20 tahun.
Tari Sanduk yang ada di Desa Gunungsari sedikit berbeda dengan Tari Sanduk yang berada di Madura yakni pada bagian musik pengiring. Musik yang digunakan merupakan perpaduan dari musik khas Madura dan musik khas Jawa, sehingga Tari Sanduk khas Desa Gunungsari ini “Tari Sanduk Kreasi Baru”. Biasanya Tari Sanduk dipentaskan pada acara hari ulang tahun desa Gunungsari, tasyakuran, khitanan, dan juga berbagai acara lainnya. Oleh karena itu, tari sanduk dapat disebut sebagai budaya khas Kota Batu.
Gambar 12: Ilustrasi Tari Sanduk
Untuk saat ini, kesenian yang dicanangkan dan didorong sebagai budaya unggulan Kota Batu adalah kesenian Bantengan melalui pemberian banyak ruang dan kesempatan untuk dikembangkan dan ditampilkan di berbagai acara dan event lokal, nasional maupun internasional. Ada pula kesenian dari daerah lain akan tetapi terdapat ciri tersendiri di Kota Batu, yaitu “kesenian jaran kepang tidong nituk”. Hal tesebut di klaim sebagai satu-satunya kesenian jaran kepang dor yang menggunakan atribut pakaian goni di Indonesia. Satu-satunya seniman yang mengembangkannya di Kota Batu berada di daerah Banyuning Desa Punten Bumiaji.
Meskipun Kota Batu lebih terkenal dengan sebutan Kota Wisata, namun sektor pertanian masih mempunyai peranan penting dalam perekonomian Kota Batu. Pertanian di Kota Batu didominasi oleh pertanian hortikultura, sedangkan pertanian tanaman pangan kurang dominan. Salah satu potensi Kota Batu sebagai Kota Agropolitan adalah beragamnya tanaman hortikultura baik itu buah-buahan (apel dan jeruk), sayuran dan tanaman hias.
Tanaman buah yang banyak diusahakan di Kota Batu adalah “apel dan jeruk”. Produksi apel di Kota Batu merupakan terbesar di Jawa Timur sehingga apel dijadikan Icon di Kota Batu. Pada tahun 2015 populasi tanaman apel di Kota Batu sebanyak 1,1 juta pohon mampu menghasilkan buah apel sebanyak 671,2 ton. Dibandingkan tahun 2014 produksi tanaman apel turun sebesar 5,2 persen.
Gambar 13: Ilustrasi Petik Apel Kota Wisata Batu
Tanaman jeruk meskipun tidak sebanyak tanaman apel mampu berproduksi sebanyak 132,2 ton pada tahun 2015. Untuk saat ini, tanaman yang sedang geliat berkembang yaitu tanaman jeruk khas dari Kota Batu, jeruk keprok 55. Jeruk terserbut sudah populer di seluruh Indonesia dengan rasanya yang manis segar, warna kuning ketika sudah matang. Adaptif di dataran rendah. Sangat cocok bagi pekebun rumahan atau bagi yang ingin budidaya jeruk keprok. Jeruk keprok 55 ini merupakan produk lokal unggulan yang dapat diandalkan dari Kota Batu, selain apel.
Gambar 14: Ilustrasi Jeruk Keprok 55 masak pohon Kota Wisata Batu
Sebagai Kota Wisata, geliat tanaman hias tidak kalah dengan tanaman sayuran dan buah-buahan. Diantara jenis tanaman hias yang paling banyak diusahakan adalah mawar, krisan, anturium, dan anggrek. Produksi mawar pada tahun 2013 adalah 84 juta potong, mengalami kenaikan pada tahun 2015 yaitu mencapai 95 juta potong. Anturium mengalami sedikit kenaikan produksi pada tahun 2015 yaitu mencapai 545 ribu potong dari tahun sebelumnya 532 ribu potong. Bunga anggrek juga mengalami kenaikan dari 908 ribu potong menjadi 1.426 ribu potong pada tahun 2015. Produksi bunga krisan pada tahun 2015 juga mengalami kenaikan yang cukup besar dari 27,4 juta potong pada tahun 2014 naik menjadi 32,9 juta potong.
Gambar 15: Ilustrasi Petani Mawar aneka warna Kota Wisata Batu
Ada banyak ragam jenis tanaman hias yang menjadi ciri khas Kota Batu, misalnya mawar, krisan, anturium, dan anggrek. Dari semua tanaman itu, mawar menjadi tanaman produksi nomor satu di Kota Batu ini. Data dari Dinas Pertanian dan Kehutanan Badan Pusat Statistik juga menunjukkan pada 2015 produksi bunga mawar mencapai 95.698.371 juta potong, disusul bunga krisan sebesar 32.976.893 potong. Selanjutnya ada anggrek dengan 1.426.664 potong dan anturium sebanyak 545.688 potong. Produksi bunga mawar meroket dibanding tahun-tahun sebelumnya yang hanya menghasilkan 29.654.690 potong pada 2014 dan 84.006.810 di tahun 2013.
Di desa Gunungsari, Kecamatan Bumiaji, banyak hamparan perkebunan bunga mawar berwarna merah, putih, pink hingga oranye. Desa ini memang terkenal sebagai pusat penghasil bunga mawar yang telah lama memasok kebutuhan pasar bunga nasional. Maka di desa ini mayoritas warganya berprofesi sebagai petani bunga. Ada Gabungan Kelompok Tani (Gapoktan). Bunga Mawar Gunungsari yang menaungi dan mengembangkan pertanian bunga. Mereka merintis usaha menanam bunga untuk merespons kebutuhan pasar dekorasi pengantin yang membutuhkan bunga.
Tidak hanya itu, hasil bumi yang dihasilkan di Kota Batu juga tidak kalah bagus hasilnya, contohnya sayur-sayuran seperti kentang, wortel, kobis dan bawang daun. Tidak heran apabila masyarakat bahkan pemerintah luar negeri menyukai produk pertanian dari Kota Batu. Salah satunya yaitu pemerintah Australia.
Gambar 16: Logo Tagline Batu City “Shining Batu”
City branding dan city image mempengaruhi pandangan/image wisatawan terhadap Kota Batu dan tingkat kepuasan wisatawan menentukan tingkat keberhasilan implementasi pembentukan city branding “Shining Batu”, semakin tinggi tingkat kepuasan wisatawan maka city branding yang dilakukan tepat sasaran. Sebagai kota yang secara resmi masih berusia belasan tahun, Kota Batu sebagai kota baru terus berupaya melakukan percepatan pembangunan dengan cara salah satunya membangun merek dan mengimplementasikan program-program city branding. Keunggulan Kota Batu di bidang pariwisata dibuktikan oleh jumlah kunjungan wisatawan ke Kota Batu yang besar dan bahkan terus meningkat tiap tahunnya.
Menurut data BPS Kota Batu, pada tahun 2019, jumlah wisatawan yang datang ber-wisata di Kota Batu sebanyak 7.243.300 orang. Lebih lanjut, menurut Kepala Dinas Pariwisata Kota Batu, Bapak Arief As Siddiq, data kunjungan wisatawan untuk kunjungan mulai 1 Januari hingga 31 Desember 2022 sebanyak 7.445.799 orang. Data yang terukur ini jauh lebih baik dari era pandemi Covid-19, yang dimana segala aktifitas yang mengakibatkan orang berkerumun tidak diperbolehkan, salah satunya aktifitas pariwisata. Namun demikian, dalam dunia pariwisata juga berlaku prinsip ekonomi. Jika kebutuhan akan suatu permintaan barang/jasa meningkat, maka penawaran pun akan ikut meningkat.
Lebih lanjut, senada dengan pandangan di atas, menurut Barudin (2001) dalam Jurnal yang berjudul Menggali Sumber PAD DIY Melalui Pengembangan Industri Pariwisata menyatakan bahwa ketika jumlah ruang akomodasi yang tersedia memadai, maka jumlah wisatawan yang berkunjung meningkat dan semakin banyak pula permintaan terhadap jasa akomodasi. Jasa akomodasi yang di maksud adalah: PERHOTELAN.
V. Hotel di Kota Wisata Batu
Gambar 17: Ilustrasi Hotel Ryokan
Sejarah masa lampau industri perhotelan di mulai sejak 15.000 SM mula-mula di goa Lascaux di Perancis dimana telah di kembangkan untuk memenuhi kebutuhan akomodasi untuk suku-suku yang hidup disana. Pada periode klasik dapat di pelajari dari kebutuhan spa dan sauna yang popular pada zaman Yunani Kuno dan Romawi Kuno untuk sesiapa yang membutuhkan istirahat dan relaksasi. Pada awal abad ke-7 terdapat satu (1) dari dua (2) hotel yang tercatat dalam sejarah di negara Jepang, disebut sebagai istilah Ryokan. Hotel-hotel Ryokan ini terletak di posisi strategis untuk beristirahat di sepanjang jalur sutra. Lebih lanjut pada abad ke-16, terdapat lebih dari 600 penginapan yang terdaftar di negara Inggris, dan di awal abad ke-18, pertama kali-nya hotel modern dibangun disana, yaitu tepatnya pada tahun 1768 di kota Exeter dibangun hotel “The Royal Clarence”.
Gambar 18: The Royal Clarence Hotel
Menurut data BPS Jawa Timur tahun 2021, Kota Batu merupakan kota yang memiliki jumlah akomodasi terbanyak Di Indonesia, hotel dewasa ini memang berkembang pesat terutama didaerah perkotaan dan pariwisata sehingga kata hotel tentu tidak asing lagi ditelinga kita. Di kota-kota Indonesia seperti Jakarta, Bandung dan Surabaya serta daerah pariwisata seperti bali terdapat berbagai jenis hotel mulai dari yang tarifnya murah sampai yang tarifnya mahal.
Di Provinsi Jawa Timur, saat ini terdapat sebanyak 973 akomodasi penginapan baik ber-bintang, maupun non-bintang. Salah satu akomodasi penginapan yang berada di Kota Batu, Jawa Timur, adalah : OMAH LONDO LUXURY RESORT.
VI. Omah Londo A Holland Home
WELKOM IN OMAH LONDO A HOLLAND HOME
Omah Londo A Holland Home merupakan rumah dengan bentuk Resort dan Hotel yang nuansa arsitekturnya sesuai dengan gaya bangunan yang ada di kota-kota di Negara Belanda. Omah Londo A Holland Home yang eksis sejak 4 Maret 2018, ber-alamat di Jl. Abdul Gani Atas No. 25, Kecamatan Batu, Kelurahan Ngaglik, Kota Batu, Jawa Timur. Omah Londo A Holland Home terdapat 5 (lima) Resort, Assen Resor, Volendam Resor, Leiden Resor, Amsterdam Resor, dan Zoetermeer Resor. Lebih lanjut, terdapat 12 kamar Lisse Hotel, dan 2 kamar Triple Delft. Jika di total, kamar yang terdapat di Omah Londo A Holland Home berjumlah 34 kamar.
Selain akomodasi penginapan, di Omah Londo A Holland Home terdapat tempat nongky yang bernama Zomer Cafe. Tidak perlu khawatir masuk areal hotel makan dan minum menjadi mahal, di Zomer Cafe bisa menikmati kopi rasa kelas atas harga @ Rp15.000,-/cup, tanpa membuat kantong jebol. Kemudian juga aneka snack dan makanan juga tersedia, tentu dengan harga yang terjangkau, tetap fancy, dan rasa yang nikmat. Bisa nongkrong tanpa menginap juga, artinya Zomer Cafe di buka untuk khalayak.
Juga di Omah Londo A Holland Home bisa ber-foto cantik dan ganteng dengan berdandan ala-ala Belanda yang menjadi daya tarik wisata bernama Volendam Traditional Clothes dengan spot foto a la kota-kota di Belanda.
- 2 rooms, each room 21 sqm
- Queen Bed
- Walk-in rain shower
- Refrigerator
- Pantry
- Kettle Jug
- LED TV 32"
- High speed Wi-Fi 24 H
- Living room
- 4 persons
- 8 room, each room 24 sqm
- 4 Queen Bed, and 4 Single Bed
- Walk-in rain shower
- Refrigerator
- Air Conditioner
- LED TV 32"
- High Speed Wi-Fi 24 H
- Pantry
- Kettle Jug
- Living room
- Stunning Large Garden *terms and condition requires
- Balcony
- 16 persons
- 2 rooms, each room 24 sqm
- Queen Bed
- Walk-in rain shower
- Refrigerator
- Air Conditioner
- LED TV 32"
- High speed Wi-Fi 24 H
- Pantry
- Kettle Jug
- Living room
- 6 persons
- 5 rooms, each room 21-24 sqm
- Queen Bed
- Walk-in rain shower
- Refrigerator
- Air Conditioner
- LED TV 32"
- Karaoke Sound System
- High speed Wi-Fi 24 H
- Pantry
- Kettle Jug
- Living room
- 10 persons
- 3 rooms, each room 24 sqm
- Queen Bed
- Walk-in rain shower
- Refrigerator
- Air Conditioner
- LED TV 32"
- Karaoke Sound System
- High speed Wi-Fi 24 H
- Pantry
- Kettle Jug
- Living room
- 6 persons
- 31 sqm room
- Triple Bed (Queen & Single)
- Walk-in rain shower
- Air Conditioner
- LED TV 32"
- Kettle Jug
- High speed Wi-Fi 24 H
- 3 Persons
- 24 sqm room
- Twin or Double
- Walk-in rain shower
- Air Conditioner
- LED TV 32"
- Kettle Jug
- High speed Wi-Fi 24 H
- 2 Persons
- zefrans channel
- Radina Linantis
- Holiday Fun
- Asupan Hiburan & Liburan
- Octa Fika
- denden.jalan_jalan
- Ryan Hendy Septianto
SUMBER KEPUSTAKAAN
Aleonita, S. 2020. City Branding “Shining Batu” dan E-Wom Serta Pengaruhnya Terhadap Minat Berkunjung Wisatawan (STUDI PADA WISATAWAN DI KOTA BATU) Jurnal Ilmu Manajemen Volume 8 Nomor 3 – Jurusan Manajemen Fakultas Ekonomi Universitas Negeri Surabaya
Batu, K., & Angka, D. (2019). Kota Batu Dalam Angka 2019
Cahyanti, M. M., & Anjaningrum, W. D. (2018). Meningkatkan Niat Berkunjung Pada Generasi Muda Melalui Citra Destinasi Dan Daya Tarik Kampung Wisata. Jurnal Ilmiah Bisnis Dan Ekonomi Asia, 11(2), 35–41. https://doi.org/10.32812/jibeka.v11i2.58
Cai, C., Feng, R., & Breither, D. (2004). Tourist purchase decision involvement and information preferences. Journal of Vacation Marketing, 10(2).
Doosti, S., Jalilvand, M. R., Asadi, A., Khazaei Pool, J., & Mehrani Adl, P. (2016). Analyzing the influence of electronic word of mouth on visit intention: the mediating role of tourists’ attitude and city image. International Journal of Tourism Cities, 2(2), 137–148. https://doi.org/10.1108/IJTC-12-2015-0031/
Dukcapil.kemendagri.go.id. (31 Agustus 2022). Dukcapil Kemendagri Rilis Data Penduduk Semester I tahun 2023 naik 0,54% dalam waktu 6 Bulan. Diakses pada 8 Februari2023,darihttps://dukcapil.kemendagri.go.id/berita/baca/1396/dukcapil-kemendagri-rilis-data-penduduk-semester-i-tahun-2022-naik-054-dalam-waktu-6-bulan
Hotel-management.binus.ac.id (1 Agustus 2016). Hotel dan Sejarahnya. Diakses pada 8 Februari 2023,dari https://hotel-management.binus.ac.id/2016/08/01/hotel-dan-sejarahnya/
Imron, et al. 2014. Mengembangkan Pariwisata Membangun Kota Batu. Artikel Ilmiah. Universitas Jember.
J,J, Kevin., & P, Maurizio. 2017. The hotel in History : Evolving Perpective. Journal of Tourism History: DOI : 10.1080/1775182X.2017.1343784.
kompas.com. (1 November 2022). Berapa Luas Negara Indonesia?. Diakses pada 10 Februari 2023, dari https://www.kompas.com/global/read/2022/11/01/170000370/berapa-luas-negara-indonesia-?page=all
Kompas.com. (24 Agustus 2022). Syarat-syarat berdirinya Negara?. Diakses pada 8 Februari 2023,darihttps://www.kompas.com/stori/read/2022/08/24/080000979/syarat-syarat-berdirinya-negara-?page=all
L, Dwi. (2019). Perpindahan Kerajaan Mataram Hindu Jawa Tengah ke Jawa Timur Abad X di tinjau dari Aspek Ekonomi. Jurnal Ilmiah. STKIP PGRI Sidoarjo
Lita Ayu, W., Kumadji, S., Kusumawati, A. 2014. Pengaruh City Branding “Shining Batu” Terhadap City Image dan Keputusan Berkunjung Wisatawan ke Kota Batu Tahun 2014. Jurnal Administrasi Bisnis (JAB)|Vol. 16 No. 1 November 2014
Planetbeji.blogspot.com. (Desember 2013). Sejarah Kota Batu. Diakses pada 10 Februari 2023,dari https://planetbeji.blogspot.com/2013/12/sejarah-kota-batu.html
Poesponegoro, M.D dan Nugroho Notosusanto.1990. Sejarah Nasional Indonesia II. Jakarta: Balai Pustaka.
ppid.batukota.go.id. (2020). Kunjungan Wisatawan ke Kota Batu Tahun 2018 (https://ppid.batukota.go.id/daftar_informasi/detail/kunjungan-wisatawan-ke-kota-batu_tahun-2018_dinas-pariwisata diakses pada 8 Februari 2023)
Rahardjo, S. 2011. Peradaban Jawa Dari Mataram Kuno sampai Majapahit Akhir. Jakarta: Komunitas Bambu,
Travel.detik.com (8 Agustus 2018). Luas Indonesia Berapa? Berikut penjelasan lengkapnya. Diakses pada 8 Februari 2023, dari https://travel.detik.com/travel-news/d-6188093/luas-indonesia-berapa-berikut-penjelasan-lengkapnya
Ubjaan, J. (2017). Effect of City Branding Toward City Image, Value Perception and Revisit Intention (Study Toward Domestic Tourist in City of Ambon, Indonesia). International Journal of Science and Research (IJSR), 6(9), 460–464. https://doi.org/10.21275/ART20176613
Wahab, S. (2001). Manajemen Kepariwisataan. PT Pradnya Paramita. Wijaya, T., Paramita, L., & Salatiga, J. D. (2014).PENGARUH ELECTRONIC WORD OF MOUTH (eWOM) TERHADAP KEPUTUSAN PEMBELIAN KAMERA DSLR. Sancall, 12–19.
Yananda, M. R., & Salamah, U. (2014). Branding Tempat : Membangun Kota, Kabupaten dan Provinsi Berbasis Identitas. Makna Informasi. Yoeti A, O. (2008). Perencanaan dan Pengembangan Pariwisata (Edisi Kedu). PT Pradnya Paramita.
Yoursay.suara.com. (2019, 30 September). Kota Batu di Malang Ternyata Pernah di sebut Swiss Kecil di Pulau Jawa. Diakses pada 8 Februari 2023, dari https://yoursay.suara.com/lifestyle/2019/09/30/170000/kota-batu-di-malang-ternyata-pernah-disebut-swiss-kecil-di-pulau-jawa
Zarrad, H., & Debabi, M. (2015). Analyzing the Effect of Electronic Word of Mouth on Tourists’ attitude toward Destination and Travel Intention. International Research Journal of Social Sciences, 4(4), 53–60. www.isca.in Zhang, L., & Zhao, S. X. (2009). City branding and the Olympic effect: A case study of Beijing. Cities, 26(5), 245–254. https://doi.org/10.1016/j.cities.2009.05.002





.jpeg)
.jpg)

































Komentar
Posting Komentar