Membangun Ekonomi Kreatif Berbasis Ke-arifan Lokal
Membangun Ekonomi dalam kacamata Psikologi
Sebagai kajian ilmiah yang
mengkaji tentang perilaku dan proses mental, psikologi memiliki tantangan, baik
secara esensi dan penerapan. Berbagai masalah sosial yang ada di masyarakat
baik kesenjangan sosial, tidak meratanya ekonomi, datangnya budaya asing dengan
pengertian umum yang disebut globalisasi, dan lain sebagainya, memiliki
keterkaitan dengan perubahan perilaku, lingkungan, dan mental, baik secara
personal maupun komunal. Lebih khususnya, pada kajian bagaimana manusia yang
hidup di dalam masyarakat yang beragam dapat berdinamika dengan seharusnya, dan
ikut berperan dalam mengatasi problem yang saat ini di hadapi di abad-21 ini,
yaitu globalisasi. Globalisasi secara otomatis mengadakan tuntutan pada manusia
untuk mempunyai daya saing terhadap masyarakat global dalam banyak hal, seperti
pekerjaan, pendidikan dan contoh lainnya. Selain daya saing dalam hal yang
telah di sebutkan di atas, banyaknya budaya asing masuk ke masyarakat, termasuk
produk asing yang sudah melahirkan persepsi sejak dahulu kala, bahwa produk
asing lebih baik daripada produk lokal. Tinggal bagaimana kita sebagai
masyarakat lokal yang menerima era globalisasi bukan menjadi ancaman, kemudian
sebaliknya, sebagai masyarakat lokal mampu mengelola dengan seharusnya
datangnya era globalisasi, salah satu langkah konkritnya dengan membangun
ekonomi kreatif berbasis ke-arifan lokal. Ke-arifan lokal diharapkan menjadi
satu acuan masyarakat yang hidup di dalam suatu komunitas tersebut dapat di
internalisasi dengan baik sebagaimana untuk memenuhi cita-cita membangun
masyarakat yang madani.
Ekonomi
Kreatif
John Howkins dalam bukunya The Creative Economy:
How People Make Money pertama kali memperkenalkan istilah ekonomi kreatif.
Howkins menyadari lahirnya gelombang ekonomi baru berbasis kreativitas
setelah melihat pada tahun 1997, Howkins menjelaskan ekonomi kreatif
sebagai "kegiatan ekonomi dalam masyarakat yang menghabiskan
sebagian besar waktunya untuk menghasilkan ide, tidak hanya melakukan
hal-hal yang rutin dan berulang. Karena bagi masyarakat ini,
menghasilkan ide merupakan hal yang harus dilakukan untuk kemajuan.
Karakteristik ekonomi kreatif diantaranya:
· Diperlukan
kolaborasi antara berbagai aktor yang berperan dalam industri
kreatif, yaitu cendekiawan (kaum intelektual), dunia
usaha, dan pemerintah
yang merupakan prasyarat mendasar
· Berbasis
pada ide atau gagasan .
· Pengembangan
tidak terbatas dalam berbagai bidang usaha .
· Konsep
yang dibangun bersifat relatif.
Badan
Ekonomi Kreatif Indonesia (BEKRAF) mencatat bahwa langkah pembangunan ekonomi
kreatif merupakan tonggak kemajuan ekonomi negara. Indonesia menjadi salah satu
negara di dunia yang memiliki kinerja ekonomi paling hebat tahun 2015 lalu,
kita mencatatkan pertumbuhan Produk Domestik Bruto (PDB) 4,79% lebih tinggi
daripada pertumbuhan ekonomi global yang di perkirakan mencapai 2,4%. Iklim
yang positif tentunya menjadi momen yang tepatbagi pemerintah untuk mengokohkan
fondasi perekonomian, terutama pada sektor riil. Sektor riil berkenaan dengan
hasil pemikiran, ide kreatif dari manusia.
Berpikir Kreatif "out of the
box"
Berpikir
adalah sebuah proses mental. Manusia di beri kemampuan untuk berpikirnya guna
untuk menyelesaikan permasalahan yang ada di dalam kehidupan sehari-hari.
Kompleksitas masalah tentu menentukan seberapa besar usaha yang di keluarkan
oleh manusia untuk berpikir. Salah satu usaha manusia yaitu berpikir
kreatif. Kata kreatif dapat digunakan,
di terapkan pada sebuah aktifitas. Berbicara kreativitas sebagai karakter
seseorang, maka kita mengacu pada kemampuan untuk memikirkan sesuatu dalam cara
yang baru dan tidak biasa untuk menghasilkan pemecahan masalah yang tidak biasa
(Abraham & Windmann, 2007; Ward, 2007, dalam King. A Laura)
Orang-orang
kreatif cenderung untuk berpikir secara divergen (Guilford, 1967). Berpikir divergen menghasilkan banyak jawaban pada pertanyaan yang sama. Sebaliknya,
jenis berpikir yang konvensional dan di butuhkan untuk menjawab tes kecerdasan
adalah berpikir konvergen
Individu
kreatif kerap di gambarkan sebagai orang-orang yang memiliki karakteristik
berikut, oleh (Perkins, 1994):
·
Berpikir secara
fleksibel dan suka bermain dengan pikiran
Orang yang
berpikir kreatif mau akan bermain dengan masalah-masalah yang ada di sekitar,
dan selalu ingin untuk merubah dan berubah dengan memainkan pikiran. Proses
pengilhaman (Brainstorming) dan kontemplasi adalah cara yang di gunakan.
·
Motivasi
internal
Kondisi internal
yang memungkinkan individu untuk menciptakan kondisi untuk ingin berkreasi.
·
Keinginan untuk
menghadapi resiko
Selalu di
landaskan pada kesalahan. Konsepnya adalah, jika belum menemukan kesalahan,
maka hal tersebut belum bisa di katakan sukses. Bahkan individu kreatif melihat
kesalahan adalah bagian proses belajar.
·
Penilaian
objektif dari suatu karya
Pembuatan
kreiteria dalam menilai penilaian tertentu yang harus di miliki oleh individu
kreatif, dalam kaitannya dengan cipta kreasinya, perlu untuk berpikri kritis
terhadap karya sendiri dan karya orang lain, tentu berlandaskan pada
objektifitas.
Pemecahan
masalah di lihat sebagai proses dengan serangkaian harapan, demikian juga proses
berpikir kreatif Adapun 5 tahapan untuk menemukan solusi kreatif, diantarannya:
1.
Persiapan "Preparation": Terlibat dalam
situasi dan masalah yang menarik, dan untuk membangkitkan keingintahuan
2.
Inkubasi:
Menghasilkan gagasan dari otak. Dalam proses ini ada kemungkinan untuk membuat
beragam hubungan yang tidak biasa
3.
Pencerahan
"Insight": Pada titik ini,
ada kejadian bahwa menamukan ide dengan "Aha!", di mana semua
potongan informasi tentang masalah cocok satu sama lain.
4.
Evaluasi: Apakah
gagasan yang di pikirkan sudah tampak dengan jelas.
5.
Elaborasi:
Langkah terakhir dan terbanyak dalam taham berpikir kreatif.
Implementasi
berpikir kreatif adalah bagaimana masyarakat secara umum di ajak berpartisipasi
untuk berpikir berlandaskan objektifitas, dan kreatif , guna untuk menemukan
solusi dalam membangun karya, salah satunya membangun ekonomi kreatif berbasis
ke-arifan lokal. Maka yang di kaji yaitu dari berbagai displin ilmu, yang di
elaborasi secara seksama, agar menamukan solusi yang berdasarkan kebutuhan masyarakat.
Ke-arifan lokal
Dalam
pengertian kamus, kearifan lokal (local wisdom) terdiri dari dua kata: Kearifan
(wisdom) dan lokal (local). Dalam kamus bahasana Inggris Indonesia John M.
Echols dan Hassan Syadily, local berarti setempat, sedangkan wisdom (kearifan)
sama dengan kebijaksanaan. Secara umum maka local wisdom (kearifan setempat)
dapat di mengerti sebagai gagasan-gagasan setempat (local) yang bersifat
bijaksana, penuh kearifan, bernilai baik,yang tertanam dan di ikuti oleh
anggota masyarakatnya. Salah satu bentuk kebijaksanaan lokal adalah budaya,
yang secara turun temurun di perkenalkan suatu budaya yang khas dari berbagai
wilayah yang berbeda.
Budaya
Kata budaya berasal dari bahasa Sanskerta yaitu buddhayah, bentuk jamak dari buddhi
yang berarti "budi" atau "akal". Budaya adalah
"daya dari budi" yang berupa cipta, rasa, dan karsa. Ahli antropologi
A.L Kroeber pernah menganjurkan untuk membedakan secara tajam wujud kebudayaan
sebagai suatu sistem ide-ide dan konsep dari wujud suatu kebudayaan sebagai
suatu serangkaian tindakan dan aktifitas manusia yang memiliki pola.
J.J Honingman dalam bukunya berjudul The World of Man (1959, halaman 11-12)
membedakan adanya tiga (3) gejala kebudayaan, yaitu sebagai berikut:
1.
Wujud budaya sebagai
suatu kompleks dari ide-ide,gagasan, nilai-nilai, norma-norma, dan peraturan
2.
Wujud kebudayaan
sebagai suatu kompleks aktivitas serta tindakan berpola dari manusia dalam
masyarakat.
3. Wujud kebudayaan
sebagai benda-benda hasil karya manusia.
Para ahli antropologi menanggapi suatu kebudayaan
(misalnya kebudayaan Jawa, kebudayaan Minangkabau, kebudayaan Sunda, kebudayaan
Jepang) sebagai suatu keseluruhan yang terintegrasi, dan pada waktu analisa
membagi keseluruhan itu ke dalam unsur-unsur besar yang di sebut
"unsu-unsur kebudayaan universal". Koentjaraningrat (1981) membagi
tujuh (7) bagian universal budaya yang di ambil sari-sarinya dari berbagai
ilmuwan antropologi. Ketujuh universal budaya itu sebagai berikut:
1.
Bahasa
2.
Sistem
pengetahuan
3.
Organisasi
sosial
4.
Sistem peralatan
hidup dan teknologi
5.
Sistem mata
pencaharian hidup
6.
Sistem religi
7.
Kesenian
Perwujudan
budaya dari uraian di atas adalah berupa sistem budaya, yang berupa sistem
sosial, dan yang berupa unsur-unsur kebudayaan fisik. Misalnya sistem ekonomi,
mempunyai pelbagai konsep-konsep, rencana-rencana, kebijaksanaan, adat istiadat
yang berhubungan dengan nilai ekonomi (economy
value). Tetapi tidak lupa juga adanya unsur interaksi, sistem jual beli,
pola produsen dan konsumen yang khas di setiap budaya dan wilayah
masing-masing.
Budaya dan Proses Psikologis
Budaya
adalah suatu set dari sikap, perilaku, dan simbol-simbol yang di miliki oleh
manusia dan biasanya di komunikasikan dari satu generasi ke generasi berikutnya
(Shiraev & Levy, 2010). Budaya sifatnya relatif sama, karena adanya sifat
regenerasi paradigma kebudayaan setempat yang di turunkan ke generasi baru.
Proses
psikologis mempengaruhi proses fisiologis yang di alami manusia. Salah satu
faktor yang dipercaya dapat mempengaruhi proses fisiologis tersebut adalah
budaya yang di miliki individu. Hosftede (1983) menganggap budaya sebagai
kognisi, dimana beliau menyatakan bahwa budaya adalah kumpulan representasi mental
tentang dunia. Berry, Poortinga, Segall & Dasen (1992) menyatakan bahwa
budaya adalah produk dari kognisi yang muncul dalam berbagai bentuk, seperti
norma, keyakinan, pendapat, nilai dan lain sebagainya.
Sudut
Pandang Budaya Arek
Budaya
universal yang melekat dan menjadi identitas diri Kota Surabaya yaitu budaya arek-nya. Tak kenal arek, maka tak kenal
Surabaya. Maka persepsi global budaya Surabaya adalah seruan untuk
masyarakatnya dengan sebutan atau panggilan Arek,
pengkhususan lagi Arek Suroboyo.
Bahasa Arek pernah di kumandangkan
dengan lantang oleh Bung Tomo ketika membakar semangat arek-arek Suroboyo untuk melawan pasukan sekutu yang mulai masuk
ke Surabaya.
Budaya
arek merupakan satu dari sepuluh
wilayah kebudayaan yang ada di provinsi Jawa Timur. Akhudiat menjelaskan, arek berasal dari kata lare atau anak-anak. Lebih jauh,
Boedhimoertono (2003) menyatakan, kata arek
memiliki arti yang luas, tidak hanya untuk memannggil anak kecil. Lebih
jauh lagi, kata arek juga digunakan
untuk seruan orang yang sudah mencapai tahap dewasa dalam tahapan perkembangan.
Cak Kadar menjelaskan, bahwa panggilan arek
dulunya hanya berlaku bagi anak-anak yang tinggal di wilayah kampung.
Lebih
jauh mengenai budaya arek suroboyo,
memiliki karakteristik tersendiri yang terbentuk dari sikap dan pengaruh
spontanitas yang dimiliki oleh masyarakat kampung ketika masa perjuangan menuju
kemerdekaan (Abdillah, 2007). Sikap dan karakteristik yang di miliki oleh
masyarakat Surabaya, membentuk karakter yang khas yang bersifat kultrual
(membudaya). Kadaruslan (dalam Abdillah, 2007) menyatakan, bahwa budaya arek suroboyo memiliki tiga ruang
simbolis yang juga sekaligus sebagai suatu bentuk aktualisasi yaitu egaliter,
demokratis, dan terbuka.
Budaya Kampung
Cak Kadar menjelaskan, bahwa arek dulunya
dalam sejarah, hanya berlaku untuk memanggil anak-anak yang tinggal di wilayah
kampung. Kampung adalah salah satu artefak kebudayaan lokal. Setiap kota dan
kabupaten memiliki Kampung, khas dengan kultur yang melekat. Menurut Johan
Silas, Kampung adalah media atau tempat awal daripada sebuah peradaban kota.
Prof. Ir. Johan Silas, Guru Besar Institut Teknologi Surabaya, adalah inisiator
program Kampung Improvement Program (KIP). Mengutip dari pembicaraam Johan
Silas dengan tajuk "Prof. Johan Silas: Menata Kota Bukan merelokasi, tepi
menata Kampung" (m.kbr.id; Minggu, 08 Mei 2016, Jurnalis: Iriene Natalia),
menurut Johan
"Tiap kampung punya tiga (3) keunikan. Pertama, punden atau benda
yang di anggap keramat seperti makam dan masjid. Dibalik itu selalu ada cerita
sejarah rakyat. Ini bercerita bagaimana Surabaya di bentuk dari cerita
rakyat"
Sejarah
Kampung
Memaknai apa yang di sampaikan oleh
Prof. Johan Silas bahwa kampung adalah awal peradaban kota, dan dari kampung
terbentuk suatu cerita sejarah awal pembentukan kota.
Didalam
catatan buku "Melacak Jejak Tembok Kota Soerabaia" yang di tulis oleh
wartawan senior Jawa Timur Televisi (JTV), yaitu Nanang Purwono, di halaman
11-16 menulsikan, Majapahit adalah stau kerajaan yang pernah berdiri dari
sekitar tahun 1293 M hingga 1527 M. Surabaya sendiri, sebagai salah satu
pelabuhan terpenting bagi Majapahit, maju dan berkembang seiring dengan
kemajuan dan perkembangan Majapahit.
Surabaya juga pernah menjadi
kerajaan pada ere kejayaan Majapahit. Catatan lokal menyebut penguasa Surabaya
yakni Pangeran (Babad Tanah Jawi, J.J. Ras). Surabaya adalah wilayah yang
terletak di tepi sungai besar (Brantas) dan merupakan Kota terpenting dan
terbesar dari kerajaan Jawa.
Kraton Surabaya
Sejarah mencatat Surabaya pernah
menjadi Kraton era kerajaan Majapahit, namun jangan pernah berharap sama dengan
kraton yang ada di Yogyakarta, Solo, dan ke-kratonan yang lain. Kraton di
Surabaya adalah sebuah perkampungan padat penduduk yang terletak di antara jalan
Kramat Gantung dan jalan Pahlawan (kini). Sebagai bukti pernah berdiri secara
fisik kompleks kraton yang lengkap dengan tembok perlindungan adalah adanya
nama-nama kampung di sekitarnya (Surabaya, Lintas & Langkah-Johan Silas).
Kampung kraton yang di maksud pernah menjadi pemukiman para punggawa kraton,
seperti kampung Carikan (Carik), kampung Temenggungan (Tumenggung), Maspati
(Patih), Kepatihan (Kepatian), kampung Praban (Prabu), dan kampung Kranggan
(Ronggo).
Akhirnya
Membangun ekonomi berbasis kearifan lokal adalah suatu
perwujudan yang pragmatis sebenarnya untuk kebutuhan masyarakat lokal, guna
memenuhi kebutuhan hidup yang layak. Namun, jika di kaji dengan kajian teoritis
dan objektif, maka akan semakin bagus. Akhirnya, ekonomi kreatif berbasis
kearifan lokal berpijak kepada konsep bagaimana memberdayakan masyarakat. Salah
satu yang kentara dalam mengelola kearifan lokal dalam membangun semangat
ekonomi kreatif adalah berdirinya Wisata tengah Kota, Kampung Lawas Maspati.
Pak Sabar, selaku ketua Rukun Warga, mewakili Maspati 1 hingga Maspati 5 adalah
inisiator berdirinya Kampung Lawas Maspati
Dalam wawancara santai dengan
kondisi Cangkrukan, Pak Sabar
bercerita bahwa beridirnya Wisata Tengah Kota ini didasari pada kegelisahan
sebagai administrator Kampung. Bahwa tugas Pak RW secara konvensional adalah
sebagai penyelenggara kampung. Pak Sabar bercerita sedih, ketika harus terus
membantu membuatkan surat pernyataan warga miskin kepada warganya ketika
meminta rujukan untuk sakit. Kemudian kegelisahan juga muncul ketika ada
kegiatan bagi-bagi Raskin (beras miskin). Menurutnya, ini tidak biasa di
biarkan begini saja. Warganya harus makmur dan sejahtera, dengan bisa beridri
mandiri dan kreatif di Kota sendiri. Pak Sabar adalah arek suroboyo, lahir dan besar di Kampung Lawas Maspati. Paham
tentang cerita-cerita di belakang berdirinya Kampung Lawas tersebut.
"Kenapa kok tidak di pergunakan latar belakang kampung lawas sebagai bahan
untuk membangun Wisata tengah Kota?" tutur Beliau. Dari sinilah ide untuk
mengajak masyarakat bersama-sama untuk membangun Wisata Maspati, walaupun tidak
semua warganya menerima dengan baik. Namun dengan inisiatif yang positif dan
baik menurut Pak Sabar, beliau turun ke masyarakat untuk menggandeng komunitas
lain, pelajar, Pemerintah Kota Surabaya, dan warganya sendiri untuk merealisasikan
Wisata Kampung Lawas Maspati.
Seharusnya dan Senyatanya
Kita
sebagai manusia yang berada di dalam suatu struktur masyarakat, tentu mengenali
norma, keyakinan, budaya lokal yang di anut sejak lahir. Lingkungan adalah sebagai faktor penyumbang terbesar bersandingan dengan
Gen dalam tumbuh kembang Individu. Sebagaimana kita telah mengenal norma, dan
kebudayaan setempat yang di proses secara internal oleh kemampuan kognisi kita,
maka keterampilan tersebut digunakan sebaik mungkin untuk meningkatkan
kapabilitas kita sebagai manusia. Tak lain kapabilitas kita digunakan
separuhnya untuk belajar sepanjang hayat kita. Dengan belajar kita tahu menahu
tentang konsep berpikir, dengan level selanjutnya berpikir kreatif. Berpikir kreatif di luar kebiasaan adalah biasa di lakukan oleh agen-agen perubahan,
dalam skala komunitas.
Bagaimana akhirnya proses berpikir kreatif akan di
elaborasi dengan konteks keilmuan lainnya sehingga dapat mengejawantahkan Brand atau produk unggulan, sesuai
dengan harapan awal. Dengan langkah membangun ekonomi kreatif berbasis kearifan
lokal yang telah di sampaikan oleh Pak Joko Widodo, adalah tonggak pembangunan
ekonomi nasional. Salah satu langkah pragmatis adalah merekonstruksi sejarah,
lokalitas dan budaya setempat, sebagai manifestasi sebuah usaha atau bisnis
bersifat komunitas, untuk rakyat, dari rakyat oleh rakyat, maka cita-cita
demokrasi yang di agungkan selama ini benar-benar tercapai. Salah satu
mewujdukan nawa cita Demokrasi adalah pembangunan ekonomi kreatif berbasis
kearifan lokal.
Sumber Wacana
Sarwono
W. Sarlito. Psikologi Lintas Budaya. 2015. Psikologi Lintas Budaya. Jakarta:
Rajawali Press
Akhmad Fauzie dan Sugeng Sriyanto. 2011. Penggunaan Kata Jancuk Dalam Perilaku Komunikasi (communication behaviour) sebagai ekspresi Budaya Arek di Komunitas Kampung Kota Surabaya. Surabaya: Jurnal Psikologi
Koentjaraningrat.
1981. Pengantar Ilmu Antropologi. Jakarta: Aksara Baru
King
A. Laura. 2010. Psikologi Umum "Sebuah Pandangan Apresiatif".
Jakarta: Salemba Humanika
Purwono
N. 2010. Melacak Jejak Tembok Kota SOERABAIA. Surabaya: Badan Arsip dan
Perpustakaan Kota Surabaya
http://library.binus.ac.id/eColls/eThesisdoc/Bab2/2014-1-00920-AR%20Bab2001.pdf
https://kominfo.go.id/content/detail/5277/ekonomi-kreatif-adalah-pilar-perekonomian-masa-
depanhttp://ekonomi.kompas.com/read/2017/04/13/203000326/inilah.tiga.sektor.ekonomi.kreatif.yang.sedang.naik.daun/0/berita
http://www.bekraf.go.id/profil

Komentar
Posting Komentar